Mencoba sudut pandang orang tua;
"Kalau memilih pasangan, lebih milih yang dari nol atau sudah mapan?" Kurang lebih begitulah rata-rata yang ditanyakan beberapa Adam ketika memasuki usia layak nikah. Tentu saja, tuan yang mengetik ini pun demikian. Kumpulan tanya mulai berbaris di kepala, mengajukan banyak hal dan pertimbangan sebelum menggenap. Selain berusaha menjadi layak untuk puan, menjadi layak sebagai menantu tentu harus dipikirkan.
Beberapa Hawa mungkin ada yang memilih menemani dari nol, dan sebagian lainnya memilih yang mapan dengan alasannya masing-masing. Dari beberapa alasan itu, ada satu alasan yang membuat aku mencoba berpikir dari sudut pandang lain, sudut pandang yang harusnya cukup untuk memberi teduh pada ego Adam, memberi tamparan pada pemikiran dangkal beberapa Adam yang mengatakan bahwa "Hawa zaman sekarang mana ada yang mau diajak susah..."
Jadi... anggap saja ini sudut pandang orang tuanya.
"Sedari kecil, dia sudah kami besarkan dan berikan fasilitas terbaik untuk tumbuhnya, tak muluk-muluk harus mewah memang, mulai dari kebutuhan pokok sampai tersier, semuanya kami usahakan dengan penuh peluh, sampai, jadilah dia yang sekarang, yang dalam ceritanya tentangmu, dia menjadi sesosok gadis yang selalu jadi topik utama dalam rangkaian aksaramu, katamu dia cantik dan menawan, katamu dia indah dan meneduhkan, katamu dia memberikan nyaman. Saya menghargai niat baikmu, saya pun terkagum dengan caramu memperlakukannya, tapi... niatmu menggenapinya bukan hanya untuk mengajak susah bersama, kan?
Jika tuan menjadi ayah yang memiliki anak gadis, calon menantu seperti apa yang pantas untuk anak gadis tuan? Dan dari sudut pandang itu, sudah cukup pantaskah tuan yang sekarang untuk menggenapi seorang gadis?"